Ada Percakapan Yang Dirindukan
Ada harga yang harus dibayarkan. Ada penantian yang harus dibalaskan. Begitu kata beberapa orang yang sedang merasakan kesendirian. Kesepian tanpa percakapan. Terbungkam oleh kehampaan panjang yang menyiksa. Seperti terkurung dalam ruang gelap tanpa cahaya. Sesekali bersedih merintih perih. Bertanya kepada semesta tentang semua hal. Termasuk dengan persona sang pujaan hati untuk kembali saling berbagi cerita.
Rasa sesak dalam dada yang menghampiri, kerap kali membuatnya ingin berteriak sendiri. Melemparkan umpatan kasar yang tak seharusnya keluar dari dalam mulutnya yang suci. Di ujung amarah yang semakin lama semakin membesar, mengetuk dengan keras, ingin sekali meledakkan bom waktu pada dirinya yang telah berhitung mundur. Degup jantung juga ikut mengiringi, dengan ritme yang tak selalu sama.
Hari yang cerah, dengan segala warna canda tawa dalam hidup yang masih terlihat abu-abu. Senyum indah yang dulu, masih layu di taman keramaian. Kepalsuan terpancar saat menatap diri sendiri melalui cermin lemari kaca. Rutinitas mandi pagi masih sama seperti hari-hari yang kemarin. Kemeja yang rapi, parfum yang wangi, sepatu yang bersih.. telah terpakai. Persiapan menuju tempat kerja akhirnya selesai. Ceritapun.. Dimulai..
Perbincangan Pertama
Sesi perkenalan untuk karyawan yang baru saja diterima kerja adalah hal yang wajar. Baskara yang baru masuk kerja akhirnya memperkenalkan diri. Ada sekitar sepuluh orang di dalam ruangan itu. Jumlah yang sedikit bagi sebuah perusahaan besar yang bergerak pada bidang jasa konstruksi. Semua orang menyambut perkenalan diri Baskara dengan ramah. Tak terkecuali seorang wanita muda dengan hijab putih sebagai penutup rambut yang menarik perhatian Baskara.
“Salam kenal. Gue Hera”.
Wanita kurus berparas cantik, dengan kulit putih, mata indah sipit di balik kacamata bening itu memperkenalkan dirinya. Hera. Nama wanita yang menarik perhatian Baskara. Terbesit rasa kagum dalam dirinya saat mereka berdua saling berbagi tatapan ramah, kemudian bersalaman.
Setelah waktu perkenalan selesai, Baskara menghadap pimpinan divisi. Dia ditempatkan pada posisi admin. Pekerjaan pertamanya adalah menyusun berkas lama yang belum sempat terarsipkan. Dengan fasilitas seadanya, Baskara mulai bekerja. Dia duduk di meja kerja kantor yang sudah disediakan. Meja yang tidak disangka akan menghadap langsung ke arah meja Hera. Semangat kerja Baskara semakin membara.
Tak terasa, jam makan siang tiba. Orang-orang kantor melepas penat dengan keluar ruangan membeli beberapa makanan di kantin gedung kantor. Ada juga yang membawa bekal dari rumah. Hera menjadi salah satu diantaranya. Sesekali, Baskara mencuri pandang ke arah meja Hera. Dia melihat Hera mengeluarkan kotak makan berwarna merah muda kecil. Kotak makan yang sebelumnya tidak terlihat saat mereka berkenalan tadi.
Masih dengan perasaan malu untuk membuka obrolan, Baskara memilih untuk pergi menuju kantin gedung kantor, dengan niat membeli makanan untuk makan siang kemudian dibawa ke mejanya. Saat hampir tiba di depan kantin gedung kantor, Baskara melihat orang-orang yang sedang ramai berdesakan hendak membeli makan siang di sana. Membuat Baskara menghela nafas panjang lalu berkata dalam hati, “Kayaknya, makan siang kali ini harus gue tunda.. banyak banget yang ngantri.. gue juga nggak mungkin bisa dapet makan siang.. balik meja kantor aja lah.. entar sore aja waktu jam balik kantor, sekalian gue langsung balik rumah”.
Baskara mengurungkan niatnya untuk membeli makan siang. Dia kembali ke meja kerjanya tidak hanya dengan tangan kosong, namun juga dengan perutnya. Dari seberang meja, Hera melihat si anak baru itu tidak pergi makan siang. Meja kerjanya juga sepi dari makanan. Merasa penasaran dengan hal itu, Hera bertanya kepada Baskara, “Lo nggak istirahat, mas?”
Hera memanggil Baskara dengan kata “Mas” karena masih belum terbiasa untuk memanggil nama aslinya. Baskara yang tidak sadar bahwa Hera sedang mengajak bicara itu mengacuhkan pertanyaan dari Hera.
“Hoi, mas”, Sahut Hera kembali kepada Baskara.
Baskara yang masih tidak merespons panggilan dari Hera akhirnya menoleh setelah segumpal kertas melayang mengenai kepalanya. “Tuk!!”
“Aduh..!” ucap Baskara.
“Eh, Lo..! Gue panggil dari tadi nggak nyaut..!” Protes Hera ke Baskara.
“Ah iya, mbak. Kenapa ya?” jawab Baskara dengan sopan.
“Lo, nggak makan siang? Jam istirahat nih!”
“Enggak mbak. Tadi kantin rame banget, kayaknya makanan juga udah habis, deh”. Jelas Baskara.
Hanya ada satu kantin di gedung kantor tempat Baskara dan Hera bekerja. Tak heran jika banyak pegawai dari perusahaan lain yang bekerja satu gedung dengan mereka memutuskan untuk membeli makan siang di sana. Alasan itu juga yang membuat Hera untuk membawa bekal sendiri ke kantor. Bagi Hera, akan sangat melelahkan dan banyak menyita waktu jika harus pergi ke kantin gedung kantor hanya untuk bisa berebut membeli makan siang. Dia lebih suka menikmati jam istirahat kantor dengan menonton film melalui layar laptop sambil makan belakal yang sudah siap dari rumahnya.
Mendengar penjelasan dari Baskara, Hera beranjak dari kursi tempat dia duduk. Hera menuju pantry kantor, mengambil sebuah gelas kosong lalu menaruhnya di atas meja Baskara.
“Nih, tunggu bentar”. Kata Hera setelah meletakkan gelas kosongnya. Dia kembali ke mejanya, membuka laci nomor dua yang berada di bawah meja, mengambil sebungkus susu putih bubuk dan sereal yang masih tersegel dalam kemasan. Lalu memberikannya kepada Baskara.
“Apaan nih?” tanya Baskara dengan raut wajah bingung sambil menatap wajah Hera yang tengah berdiri di depannya.
“Nih. Buat lo makan siang. Sebenernya itu menu makan pagi gue hari ini. Beruntung tadi pagi gue sakit perut, jadi lo boleh makan. Seenggaknya tuh perut nggak bunyi sampe jam pulang kantor nanti”, Kata Hera menjawab pertayaan Baskara. Kemudian Hera kembali duduk di kursi nya.
Baskara yang masih kebingungan, kembali memastikan dengan bertanya kepada Hera, “Ini beneran boleh gue makan, mbak?”
“Iya, lo makan aja. Gue udah ada bekal makan siang juga. Santai aja, mas. Kalau mau ambil airnya, lo bisa ke pantry kantor yang ada di sebelah sana”, Jawab Hera sambil menunjuk ke arah pantry kantor yang berada di dekat pintu masuk ruangan.
“Makasih ya, mbak”, ucap Baskara sambil tersenyum sebagai tanda bahwa dia bahagia.
Baskara memakan makanan pagi Hera yang belum sempat dia makan akibat sakit perut. Beruntung untuk Baskara, uang sakunya tak jadi hilang namun justru mendapat sebuah makan siang gratis dari wanita yang menyita perhatiannya. Baru setengah hari bekerja, Baskara merasa bahwa dia telah tumbuh benih cinta. Kepada Hera yang duduk di seberang mejanya. Sang penyelamat Baskara dari unjuk rasa penghuni perut kosongnya.
Sepertinya Ada Celah!!!
Burung-burung yang tengah terbang menuju rumahnya masing-masing menunjukkan sebuah pertanda bahwa malam hampir tiba. Jam dinding kantor menunjukkan pukul lima sore. Waktu pulang kantor tiba. Penghuni ruangan masih fokus dengan monitor masing-masing, mereka sibuk menyelesaikan tugas kantor. Baskara yang masih belum terbiasa dengan kondisi kantor barunya merasa bingung. Sambil menoleh ke arah sekitarnya, Baskara berdebat dengan dirinya sendiri.
“Kok belum ada yang balik sih.. Udah jam 5 sore nih.. gue harus gimana? Gue mau balik duluan takut dimarahin.. Lagian gue juga lupa tanya, nih kantor jam pulangnya jam berapa waktu interview kemaren.. Ah elah, mana gue udah laper.. Sereal sama susu tadi siang yang dikasih sama Mbak Hera cuma bisa ganjel sampe jam 3 sore tadi.. Arghh, seseorang tolongin gue!!”
Saat Baskara sedang bingung dengan keputusan apa yang harus diambil, Pak Norman selaku HRD memanggil Baskara.
“Baskara, kamu bisa ke meja saya sebentar?” Tanya Pak Norman.
“Oh iya pak, bisa”. Balas Baskara.
Dengan segera, Baskara beranjak dari kursinya menuju kehadapan Pak Norman. Dia duduk di kursi yang sudah Pak Norman siapkan di depan mejanya. Rapi dan bersih.
“Jadi gini Bas.. Saya kemarin lupa kasih tau kalau jam kerja di kantor ini emang cuma sampe jam 5 sore aja. Selebihnya, kamu bisa langsung balik rumah. Nggak udah khawatir sama yang lainnya. Mereka emang udah biasa lembur kerja di sini”.
Pak Norman menjelaskan dengan nada bicara lembut. Dari wajahnya yang keriput menunjukkan usianya sudah tak lagi muda. Karena hal itu, Pak Norman sadar akan wibawa yang harus ditunjukkan. Namun, Pak Norman lupa bertanya kepada Baskara, “Eh.. tapi kamu udah ada niatan lembur? Padahal kan, ini masih hari pertama kamu.. saya salut sama kamu, Bas.. Saja aja udah siap mau pulang ini..”
Mendengar penjelasan lanjut dari Pak Norman, dalam hati Baskara berkata, “Gue juga mau, balik sore, bangke.. Gara-gara lo yang telat kasih tau, gue jadi nggak bisa balik on time..”.
Dengan wajah tersenyum, dihadapan Pak Norman, Baskara membalas perkatannya, “Hehehe, nggak apa-apa pak.. namanya juga manusia.. ada lupanya..”.
“Oh yaudah, saya balik dulu ya, Bas”, ucap Pak Norman yang kemudian beranjak pergi ke luar ruangan kantor. Sedangkan Baskara kembali ke meja kerjanya. Merapikan berkas yang tercecer menjadi satu tumpukan. Memasukkan laptop dan aksesoris lainnya ke dalam tas. Dia bersiap untuk pulang kembali ke rumah.
“Eh, Mas. Nggak balik?” tanya sesorang kepada Baskara yang sedang bersiap untuk pulang.
“Iya, ini saya mau balik”.
“Oh yaudah, ayo. Bareng gue aja jalan ke parkiran”.
Baskara yang sedari tadi sibuk mengemasi barang-barangnya baru sadar, bahwa seseorang yang mengajaknya itu adalah Hera. Baskara terkejut, karena saat memasukkan barang-barangnya ke dalam tas, dia dalam posisi membelakangi meja Hera. Setelah semua barang Baskara sudah masuk ke dalam tas dan menengok ke arah suara itu berasal, dia terkejut.
“Eh, Mbak Hera..”
“Kenapa? Kaget Lo..?”
“Iya, hehehe..” Baskara tertawa kecil menutupi rasa malunya di hadapan Hera.
“Yaudah, ayo.. udah mau balik kan?” ajak Hera.
Ketika berjalan dari ruang kantor menuju ke tempat parkir kendaraan yang berada di belakang gedung, Hera menjelaskan tendang dirinya yang juga baru dua bulan bekerja di perusahaan itu. Sebelum bekerja di tempatnya sekarang, dia adalah seorang mahasiswi. Lebih tepatnya dia baru saja keluar dari kampus dengan membawa gelar sarjana keuangan dibelakang namanya. Dan selama bekerja di dalam kantor, Hera juga masih belum sepenuhnya terbiasa untuk pulang larut seperti karyawan yang lainnya.
“Oohhh, jadi Mbak Hera ini baru lulus kuliah, hehehe?” tanya Baskara sambil tertawa mencairkan suasana.
“Eh gini-gini hih, gue masih muda tau..” balas Hera dengan ejek candanya.
“Ya gimana, gue kira, Lo lebih tua dari gue.. Eh sorry, maksud gue Mbak Hera..”
“Yee, ngeselin lo ya.. jangan panggil gue “mbak”.. gue belum tua.. hehe.. panggil nama aja, langsung..”
Sahut gemas Hera kepada Baskara.
“Emangnya gue lebih tua dari, Lo? Sampe gue panggil, lo nggak pake “mbak?”
“Oh iya.. gue belum tau umur, Lo”.
“Coba tebak.. umur gue berapa?” ucap Baskara mengajak Hera bermain tebak-tebakan.
“Kalau gue bener, gue dapet apaan nih?” jawab Hera dengan pertanyaan sebagai tanda bahwa dia menerima ajakan Baskara untuk bermain tebak-tekaban.
“Tenang.. apapun jawabannya, mau bener atau salah, gue bakal kasih hadiah buat lo, nanti.. hahaha..” balas Baskara.
“Oke kalau gitu.. gue tebak umur lo.. hmm..” Hera menghentikan langkahnya, menatap wajah Baskara dalam-dalam. Dia berpikir, sambil mengarahkan kedua tangan ke arah mata kanannya, lalu membentuk jari-jarinya seolah seperti sedang melihat Baskara melalui sebuah lensa segi empat.
Dengan penuh rasa yakin, Hela mengucapkan tebakannya, “dua puluh empat”.
Baskara tersenyum. Tanpa mengatakan benar atau salah dari tebakan Hera. Dia segera melanjutkan langkahnya, meniggalkan Hera. Degup jantung Baskara yang tadi tenang kini berubah menjadi sebuah mesin mobil kencang yang sedang berada di arena balap. Baskara merasakan cinta dalam dirinya, lalu dia berkata dalam hatinya, “Hera, sepertinya ada celah buat gue jadi cowok lo!!”.
Hari pertama kerja telah selesai. Baskara kembali pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Tak lupa, di tengah perjalanan, dia sempatkan mampir ke Rumah Makan Padang untuk membeli makan. Dia memesan sebungkus nasi Rendang sebagai hasrat untuk memenuhi perutnya yang kosong. Sesampainya di dalam rumah, sebungkus Nasi Rendang yang dia bawa segera dibuka, lalu memakannya dengan lahap sambil menikmati sisa-sisa rasa waktu mengobrol bersama Hera sebelum mereka berdua sampai di parkiran.
Lo Mau Nggak, Jadi Cewek Gue?
Hari berganti, bulan demi bulan terlewati. Sudah setengah tahun, Baskara melakukan rutinitas yang sama setiap hari di kantornya. Hal serupa juga terjadi kepada Hera. Cerita mereka berdua selama ini masih baik-baik saja. Sering berbagi canda di sela-sela obrolan. Bahkan tak jarang juga, mereka menghabiskan waktu di luar jam kerja atau hari libur setiap minggunya.
“Hera, weekend ini temenin gue ke Car Free Day, yuk”, Ajak Baskara.
“Tapi lo yang teraktir makannya ya”, jawab Hera.
“Emang, makanan yang mau lo beli tuh apa?”
“Ketoprak.. Ada Ketoprak enak di sana”.
“Yaudah, nanti gue beliin. Asal lo temenin gue”.
“Oke..”, Hera dan Baskara sepakat untuk pergi sama-sama ke Car Free Day yang biasa ada di setiap hari Minggu.
Hari yang di sepakati tiba. Hera berdiri menunggu Baskara di area parkir kendaraan. Dia menggunakan kaos polos warna hijau dengan celana olahraga kain ketat pada bagian dalam dan celana pendek longgar di bagian luar, sempurna bersama kerudung sekali masuk yang hanya menyisakan wajah cantiknya. Sesekali Hera melirik ke arah jam tangan yang dia pakai di tangan kanannya. Jam 8 pagi.
“Ah elah, mana tuh bocah.. kebiasaan banget molor, kalau udah janjian”, Hera bergumam dalam hati.
Tak lama kemudian, nampak Baskara datang menggunakan sepeda motornya. Setelah parkir dan melepas jaket, Baskara berjalan cepat ke arah Hera.
“Sorry, ya.. gue telat.. lo udah dari tadi? Gue bangun, kesiangan tadi..”, Minta maaf Baskara karena bangun kesiangan.
Hera dengan ekspresi wajah kecewa membalas, “Lo kenapa sih, telat mulu kalo udah janjian. Bete gue nunggu!!”.
“Iya.. Semalem MU (Manchaster United) main.. lawan Newcastle.. jadi gue baru tidur habis nonton pertandingannya..”
“Terus hasilnya pasti kalah”.
“Iya, MU kalah 2-0.. Nyesel gue nontonnya”.
“Tuh kan, apa gue bilang. MU tuh lagi butuh yang bernamanya ke-aja-ib-an.. masih mending Barcelona.. meskipun sekarang turun peringkat di posisi tiga.. seenggaknya, nggak ngecewain waktu main..”
“Iya, sih paling Barcelona.. Si paling Cules”, balas Baskara menggoda.
“Dih, mulai deh, rese lu..”, raut wajah Hera mulai memerah.
“Udah ah, ayo.. katanya mau makan ketoperak.. keburu abis nanti..”
“Kok langsung makan? Nggak jalan-jalan dulu?”
“Gak apa-apa.. anggep ini permintaan maaf gue karena gue dateng telat..”, ajak Baskara dengan menarik tangan Hera. Bergegas menuju penjual ketoperak yang sudah direkomendasikan oleh Hera sebelumnya.
Pesanan telah tiba. Dua piring ketoperak dengan taburan krupuk di atasnya menjadi menu sarapan paling serasi untuk penikmatnya. Makanan pagi di area Car Free Day bersama pemandangan orang-orang sehat yang sedang berolahraga. Tak lupa teh manis hangat juga hadir sebagai pelengkap hidangan, yang dapat melegakan tenggorokan setelah diminum.
Selesai mengenyangkan perut masing-masing. Hera dan Baskara melanjutkan cerita mereka sambil jalan-jalan santai di seputaran area Car Free Day. Mereka membahas banyak hal, canda dan tawa juga hadir di setiap percakapannya.
“Eh, lo kapan terakhir kali ke CFD, Bas?” Tanya Hera.
“Emm.. udah setahunan kayaknya.. gue lupa..” Jawab Baskara.
“Kalau gue nih ya.. sebenernya males ke tempat-tempat rame kayak gini.. buang-buang energi.. capek.. gue lebih suka tiduran di kasur sambil nonton film..”, Hera menjelaskan.
“Dih, lo anaknya mageran.. gimana mau sukses..”, Sahut Baskara.
“Eh, justru itu.. kalau gue udah sukses nanti pasti bakalan nggak sempet buat males-malesan.. sebelum gue kehilangan waktu buat nikmatin itu, gue ambil aja duluan.. kan sayang kalo nggak kepake.. hehe”.
“Emang, lo yakin bakalan sukses?”, Baskara memastikan pernyataan Hera.
“Gue yakin banget, setiap orang pasti bakal ngerasain yang namanya sukses.. tinggal nunggu, kapan waktunya aja”.
“Berarti lo juga yakin dong, kalau suatu saat juga bakal sukses buat dapet pasangan?”
“Nah, kalau itu beda cerita.. lagian kenapa tiba-tiba bahas pasangan sih?”
“Yaa mungkin aja, lo kepikiran soal itu”.
“Mana ada.. nggak penting banget.. gue tuh lebih suka mikirin hal lain.. kayak, nanti sore bakal makan apa, ya.. film yang bakal gue tonton nanti malem, judulnya apa..Gituuu..”
“Kalau gue gimana? Lo pikirin juga ngga? Hehe..”, tanya Baskara sambil tertawa kecil.
“Hemm.. gue..” , Hera berfikir sejenak, lalu melanjutkan, “ nggak ah, ngapain juga gue mikirin, Lo..”
“Ya siapa tau, kan.. sama gitu..”
Sambil menatap mana wajah Baskara, Hera mesatikan, “Apanya yang sama? Lo mikirin gue, ya? Ngaku lo..”
“Dih, apaan coba.. mana ada..”, balas Baskara, yang kemudian memalingkan pandangannya.
Setelah selesai berjalan mengitari area Car Free Day. Hera mengajak Baskara untuk kembali pulang. Hari sudah mulai siang, sengatan cahaya matahari mulai terasa panas. Di parkiran sepeda motor, Baskara bertanya kepada Hera.
“Hera.. Lo, yakin nggak pernah mikirin gue?”
“Lo, masih penasaran ya.. hehehe..”, sahut Hera dengan nada bercanda.
“Ah elah, gue serius nih..” tegas Baskara.
“Emang kenapa, Bas? Toh kalau gue beneran mikirin lo, nggak mungkin juga, kan, gue mikir yang aneh-anah.. hahaha”, balas Hera sambil tertawa.
“Berarti bener, lo mikirin gue?”, tanya Baskara penasaran.
“Kalau iya, kenapa? Lo mau nembak gue? Haha..”
Baskara mendekat ke arah Hera. Dia menatap tajam ke dua mata Hera. Mereka berdua saling berbagi pandangan. Hera terdiam.
“Gue suka sama lo.. Lo mau nggak, jadi cewek gue?”
Seketika suasana menjadi hening, Hera terkejut karena tiba-tiba saja Baskara mengutarakan perasaannya. Wajah Hera menunjukkan raut muka bingung, seolah tidak tau harus berkata apa kepada Baskara, yang berdiri di hadapannya.
“Lo, nggak serius kan, Bas?”, tanya Hera memastikan pertanyaan Baskara.
“Gue serius, Hera.. Gue suka sama lo..”, Baskara kembali menegaskan perasaannya kepada Hera.
“Sorry, Bas.. gue harus balik duluan.. sampe ketemu lagi di kantor, besok..”, Jawab Hera dengan terburu-buru. Dia lekas menyalakan sepeda motornya, pergi meninggalkan Baskara sendirian.
Jam sebelas siang di Car Free Day. Hari dimana Baskara merasakan patah hati. Cintanya ditolak. Panas terik matahari tak mampu memalingkan pikirannya. Jantungnya berdegup kencang. Pandangannya kosong. Dia memutuskan kembali pulang sambil mengendarai motornya dengan tangan yang bergetar. Tak tau harus bagaimana, Baskara hanya mampu menerimanya dengan lapang dada. Dalam hatinya, Baskara berkata, “Nggak apa-apa, Bas.. Lo udah hebat..”.
Gue Kangen Sama Obrolan Kita..
Hera. Wanita pendiam dengan wajah datar, yang baru bekerja selama dua bulan di perusahaan konstruksi setelah lulus dari universitas. Dia masuk sebagai anggota dari divisi keuangan. Tugasnya adalah merekap bukti transaksi pembayaran yang telah dilakukan. Ritual rutin yang selalu dia lakukan waktu pagi sebelum memulai aktifitas kantornya adalah memakan sereal yang dicampur dengan seduhan susu bubuk putih kemasan. Saat jam makan siang berlangsung, dia jarang sekali pergi ke kantin gedung kantornya. Dia lebih sering membawa bekal dari rumah.
Tanggal 14 Februari. Saat Hera sedang fokus dengan pekerjaannya. HRD perusahaan yang bernama Pak Norman memperkenalkan seorang pegawai baru kepadanya. Dia bernama Baskara. Manusia bertubuh tinggi dengan kemeja warna putih rapi mengajaknya untuk bersalaman. Hera mencium wangi parfum dari tubuhnya. Hera mulai terkesima kepada Baskara saat saling berbagi pandangan.
Setelah perkenalan selesai, Baskara mendapat tempat untuk bekerja di depan meja Hera. Sesekali, Hera mencuri pandang ke arah meja Baskara, dia memperhatikan bagaimana cara pegawai baru itu bekerja. Berkas yang telah diberikan, disusun rapi di atas mejanya. Satu-persatu, lembar demi lembar Baskara buka lalu dibaca olehnya. Hera tidak lagi hanya terkesima, namun dia mulai tertarik kepada Baskara.
Obrolan pertama antara Hera dan Baskara terjadi saat jam makan siang. Saat Baskara kembali masuk ke dalam ruang kerja tanpa membawa sebungus makanan. Karena sebuah rasa penasaran, akhirnya Hera memberanikan diri memulai obrolan pertama mereka. Setelah mendengar penjelasan Baskara, Hera menawarkan menu makan paginya kepada Baskara. Mendapati raut wajah bahagia Baskara setelah menerima pemberian dari dirinya, Hera tersenyum dari balik layar laptop yang terbuka. Dalam hati Hera, dia ikut merasakan senang.
Di peluang ke dua saat jam pulang kantor telah tiba. Hera kembali melirik ke arah Baskara yang baru saja dipanggil oleh Pak Norman untuk menghadap ke mejanya. Dia bertanya pada dirinya sendiri, “Tumben, Pak Norman manggil tuh anak baru. Biasanya kalau udah jam lima sore, Pak Norman langsung balik..”.
Tak lama setelah itu, Hera menyadari satu hal yang terjadi, “Kayaknya Pak Norman lupa kasih tau masalah jam lembur dari orang-orang kantor ini, deh”, Hera menggumam dalam hatinya. Melihat ada kesempatan untuk mengajak jalan berdua si anak baru yang dari awal menyita perhatiannya, Hera menghampiri Baskara yang baru saja selesai mengobrol dengan Pak Norman. Dia memulai peruntungan berikutnya dengan bertanya, “Eh, Mas. Nggak balik?”
Hera menawarkan diri kepada Baskara untuk jalan bareng ke arah parkiran kendaraan. Baskara yang tak menolak tawarannya, membuat hati Hera bahagia untuk yang kedua kalinya. Tak membuang-buang kesempatan emas, Hera dan Baskara akhirnya memulai kedekatan mereka.
Di ujung hari pertama Baskara bekerja, Hera menemani langkah si karyawan baru itu menuju tempat parkir kendaraan. Ada percakapan diantara mereka. Ada tawa yang sama-sama dibagikan. Kedua manusia muda itu, merasakan cinta dalam diri masing-masing. Membuat waktu yang berputar lama di waktu sebelumnya, berubah menjadi tak terasa. Langit senja bersama suara burung yang berkicau, mengiringi kepulangan mereka berdua.
Seiring berjalannya waktu, enam bulan telah dilalui oleh Baskara. Kedekatan antara Hera dan Baskara terjalin tanpa adanya masalah. Selalu ada cerita saat mereka tertawa. Menumbuhkan benih cinta yang sudah lama hilang dalam diri Hera. Setiap malam tiba, Hera selalu memikirkan tentang perasaannya sendiri kepada Baskara. Dia dibuat bingung oleh dua hal yang sulit untuk disatukan, yaitu perasaan dan pikirannya.
Di satu sisi, Hera sedang berusaha menjaga amanat dari kedua orang tuanya untuk tidak lagi jatuh cinta sebelum waktunya tiba. Sedangkan di sisi diri Hera yang lain memaksanya untuk menerima datangnya cinta secara tiba-tiba. Dia bimbang dengan keadaannya sendiri. Hingga saat yang ditakutkan oleh Hera tiba. Saat setelah Baskara mengutarakan perasaannya di Car Free Day.
“Gue suka sama lo.. Lo mau nggak, jadi cewek gue?”, ucap Baskara yang sedang menguratakan perasaannya sambil menatap mata Hera dalam-dalam.
Hera yang kemudian pergi tanpa memberikan jawaban dari pertanyaan Baskara itu, menangis di sepanjang pejalanan pulang. Hera masih tidak menyangka bahwa hari menakutkan yang setiap malam dia pikirkan, akan tiba secepat itu. Air matanya mengalir keluar dengan perlahan, membuat Hera harus menyembunyikan wajahnya di balik kaca helm yang dia gunakan.
Beberapa minggu berlalu, percakapan penuh tawa antara mereka tidak lagi terjadi. Kedua manusia itu diam seribu bahasa. Meski semesta selalu memberikan waktu untuk mereka bertatapan mata, tidak pernah ada lagi sapa yang terdengar. Hari setelah salah satu di antara mereka mengungkapkan perasaannya itu mengubah segalanya, mengizinkan kata “Asing” untuk datang masuk mengisi ruang hati masing-masing.
Sedang cerita semesta tidak berhenti di sana, Baskara yang sangat membenci situasi ini mulai memberanikan diri untuk bertanya di pertemuan senja berikutnya, “Hera.. lo kenapa?”
Ingin rasanya bagi Hera untuk menjawab pertanyaan dari Baskara, namun dia belum mampu mengalahkan ketakutannya. Hera hanya diam sejenak mendengarkan. Lalu pergi, meninggalkan Baskara sendirian. Hera, hanya tidak ingin terlihat sedih dihadapan orang yang dia cintai. Dia memilih untuk menahan sakit dalam hatinya, sendirian.
Di ujung malam, sebuah pesan masuk dari Baskara menyapa Hera melalui ponselnya. Pesan itu tak dibalasnya. Hera menangis sedih untuk yang ke sekian kalinya. Dalam lubuh hati Hera, dia ingin kembali berbicara dengan Baskara. Berbagi cerita yang dapat membuat hari-harinya terasa indah. Namun Hera dengan berat hati harus memilih untuk menjaga amanat dari kedua orang tuanya. Karena hal itu, Hera hanya mampu menutup malam dengan berkata pada dirinya sendiri, “Gue kangen obrolan kita, Bas”.
** SELESAI **
Komentar