CINTA PERTAMA

Eca : “Gala.. kamu kan suka nulis cerita waktu SMP. Emangnya waktu itu nggak pernah suka sama cewek lain juga?”

Gala : “Hmm, jaman SMP ya? Kayaknya waktu itu aku juga punya cerita soal cinta pertamaku sih..”

Eca : “Oh ya? Gimana ceritanya?”

Selain menulis, cinta pertama hidupku juga bermula waktu SMP. Saat itu, aku bercerita kepada ibu tentang wanita yang suka kepadaku. Teman satu kelasku, yang berkata bahwa wajahku sangat manis ketika aku sedang tersenyum. Tanggapan ibuku adalah, “ya nggak apa-apa.. tapi jangan pacaran dulu.. sekolah dulu.. nanti kalau udah besar, punya uang sendiri, baru boleh pacaran”.

Singkat cerita, saat kelas dua SMP. Aku bertemu dengan perempuan yang memikat hatiku. Namanya punya arti matahari, kalau aku lebih suka memanggilnya “Arunika”, yang bemakna matahari pagi. Dia adik kelasku. Pertemuan ku dengan dia terjadi ketika ujuan sekolah sedang berlangsung. Sama seperti menulis saat pelajaran matematika, perkenalanku dengan Arunika juga terjadi tanpa ada sebuah rencana.

Posisi tempat duduk ketika ujian sekolah yaitu, dalam satu kelas yang sama akan di campur antara anak kelas satu dan kelas dua. Untuk kelas satu berada di sisi kiri meja, dan kelas dua berada pada sisi kanan. Aku mendapat kursi nomor dua dari belakang, dan Arunika berada di belakangku. Kalau tidak salah, saat itu otakku masih belum menemukan jawaban untuk beberapa soal yang sulit. Alih-alih aku berfikir tentang jawabannya, aku justru menulis sebuah pertanyaan di sebuah sobekan kertas, kemudian memberikannya kepada Arunika.

“Boleh kenalan nggak?”

Proses perkenalan jaman SMP dulu lebih seru daripada sekarang. Karena kreatifitas dengan menggunakan media seadanya akan membuat cerita yang layak untuk dikenang. Tak lama menunggu, Arunika mengembalikan kertas yang berisi sebuah jawaban singkat.“Boleh”.

 

Hati yang berbunga, pada pandangan pertama.

Oh, tuhan tolonglah. Aku cinta, aku cinta dia”.

 

Bermodalkan sebuah kertas kosong di waktu ujian sekolah. Kami berdua akhirnya bertukar akun Facebook. Aku menjadikannya teman virtual melalui akun masing-masing. Cukup intens dan menyenangkan bisa mengobrol bersama wanita yang aku suka saat itu. Setiap jam enam sore hingga jam delapan malam, aku dan Arunika selalu berbagi kabar. Yahh, maklum saja. Kami berdua waktu itu masih belum punya ponsel pribadi seperti anak-anak sekarang.

18.02 : “Arunika, kamu sedang apa?”

18.34 : “Nggak ngapa-ngapain. Cuma main facebook aja. Kenapa?”

18.35 : “Nggak belajar?”

19.09 : “Enggak”.

19.10 : “Oh gitu ya?”

19.21 : “Iya”.

19.22 : “Kalau sekarang masih ngapain?”

19.58 : “Mau logout facebook aku. Udah ya, ayah mau pakai komputernya”.

19.59 : “Oh gitu. Oke deh”.

Seperti itulah kira-kira percakapan yang selalu aku tanyakan dengan Arunika mulai jam enam sore hingga jam delapan malam. Romantis dan menyenangkan. Ada degup jantung yang berdebar saat membalas pesan darinya. Mungkin dia juga sama. Aku tau itu, dari dia yang lama membalas pesanku. Ada hati yang berdegup dalam diri Arunika juga.

Kadang, bukan aku yang memulai topik pembicaraannya. Arunika juga sering memulainya. Biasanya, kalau Arunika yang terlebih dulu mengirimkan pesan, dia pasti akan meminta sebuah bantuan. Saat SMP, aku selalu beranggapan bahwa Arunika telah menjadikanku laki-laki sejati yang mampu menolongnya. Sudah seperti Super Hero.

18.07 : “Kak Gala.. boleh minta tolong tidak?”

18.07 : “Kenapa, kamu butuh bantuan apa?”

18.41 : “Besok hari senin kan ada upacara pagi. Topi aku hilang, aku butuh topi. Kakak ada atau nggak?”

18.42 : “Ada kok”.

19.15 : “Besok aku pinjam kakak ya..”

19.16 : “Oke”.

Setelah Arunika meminta tolong kepadaku malam itu. Aku segera bergegas pergi mencari topi lain untuknya. Berkeliling ke rumah teman-temanku. Beberapa dari mereka bilang, kalau mereka hanya punya satu topi untuk diri mereka sendiri. Namun buatku yang punya nama Galandra, tidak akan mudah menyerah bagi wanita yang disuka. Hingga larut malam, aku belum juga mendapatkan topi untuk Arunika. Usaha terakhirku adalah, aku akan berkorban untuknya.

Lima belas menit sebelum jam upacara dimulai. Aku bertemu dengan Arunika di taman sekolah. Aku meminjaminya topi milikku sendiri. Raut wajah senang Arunika, terpampang dengan jelas dihadapanku. Hatiku bersorak bahagia.

“Aku pinjam topi kamu, ya.. nanti setelah upacara selesai, aku kembalikan”, kata Arunika.

“Siap.. aman aja..”, jawabku dengan riang.

Dari kejauhan, aku melihat Arunika berbaris dengan siswa lainnya di lapangan. Upacara bendera senin pagi itu berjalan lancar. Aku senang. Senyumku tidak pernah habis bersama mata yang melihat ke arah Arunika. Lalu tidak lama, seorang guru menarikku dari belakang.

“Gala.. topi kamu kemana?”, ucap pak guru.

“Eeeehhh.. topi sayaaaa..”, balasku mengelak kepada pak guru.

Belum selesai memberi alasan, pak guru menyahut, “Alasan saja!!! Kamu nggak pakai topi. Nggak usah ikut upacara. Saya hukum kamu”.

Iya, aku mengorbanku topiku sendiri untuk bisa dipakai oleh Arunika. Agar cahaya matahari yang terik tidak membuat pusing kepalanya. Aku berkorban seperti ksatria untuknya. Rela dihukum untuk hormat menghadap tiang bendera sepanjang upacara berlangsung.

Eca : “Itu kayaknya kamu yang nggak pinter deh, Gala..”

Gala : “Nggak. Aku bangga untuk itu”.

Eca : “Ya.. ya.. ya.. terus, setelah itu?”

Setelah upacara bendera selesai. Di depan pintu kamar mandi sekolah, Arunika mengembalikan topi yang aku pinjamkan. Dia bilang, “Makasih, Kak Gala..”

Eca : “Kalian jadian juga?”

Gala : “Enggak, kami nggak jadian”.

Eca : “Lalu?”

Sepulang sekolah. Saat keluar dari dalam kelas, aku mendengar beberapa orang sedang bersorak ramai. Dari arah kantin, banyak siswa yang berkumpul. Karena rasa penasaran, aku datang ke sana. Sekilas aku melihat Arunika berdiri di tengah-tengah keremaian itu. Dia bersama seorang pria yang sedang berlulut dihadapannya sambil membawa setangkai bunga.

“Arunika, apakah kamu mau menjadi pacarku?”, ucap si laki-laki.

Arunika tidak berkata apa-apa. Wajahnya memerah. Kemudian dia mengangguk mau. Semua orang yang berkerumun di sana berteriak menyoraki, “Cieee…”. Arunika resmi berpacaran dengan laki-laki lain sejak saat itu.

Eca : “Tuh kan. Kamu bodoh”.

Gala : “Masa sih?”

Eca : “Ah, tau deh.. kamu emang selalu bodoh kalau soal cinta-cintaan”.

Komentar

Postingan Populer