IF THERE’S NO ONE, CAN I FIND YOU IN MY LAST HOPE..

Di bawah langit penuh bintang, malam ini bumi sedang tanpa awan. Bulan juga terlihat terang menyapa. Aku hanya duduk di balkon rumah sambil bercerita kepada Eca.

“Ca.. hidup tuh bisa hampa banget ya..”

“Kenapa emangnya?”

“Aku masih nggak tau, Ca.. masih banyak hal yang belum bisa aku ungkapin tapi sesak banget waktu dirasain..”

“Ya.. terus gimana? Aku juga bingung jawabnya..”

“Kamu.. nggak bakalan pergi kan, Ca?”

Eca tidak menjawab pertanyaanku. Dia hanya diam mendengarkan. Obrolan kami berdua selesai di tengah jalan. Untuk pertama kalinya, Eca bingung harus berkata apa. Aku mulai meminum segelas air putih yang masih penuh di sebelahku. Di setiap tegukan, aku merenung. Pandangan yang kosong dari kedua mataku membuat memori lama terulang kembali. Kenangan yang dulu, kini memaksaku untuk menahan sebuah rindu.

“Mas, masih belum tidur?”, tanya Si Putri Kecil.

“Belum, kenapa emangnya?, balasku.

“Nggak apa-apa, cuma mau tanya aja”.

“Hmm.. kamu habis nangis lagi ya?”

“Iya, mas..”

Percakapanku dengan Si Putri Kecil terputus setelah hampir satu tahun. Tepat setelah dia mengutarakan tangisnya kepadaku. Bukan karena masalah yang terjadi diantara kami, melainkan karena dia yang sering merasakan resah sendirian. Di tengah malam. Saat lampu-lampu kota sedang menyala terang. Dia selalu merasa, bahwa hal yang selama ini tengah diperjuangkan itu sia-sia. Tidak menghasilkan apa-apa kecuali rasa lelah.

“Mas, aku lagi sedih..”

“Sedih kenapa?”

I though If  I was fine. But, still broke inside”.

“Tiba-tiba banget.. lagi ke inget sama masa lalu kah?”

You know, I try my best to be okay, right? Tapi barusan aku lihat postingan cerita dia yang baik-baik aja. And, It’s hurt for me to see him hangout without a burden. He still look’s fine, when I’m struggle with the pain that he left on me”.

“Kamu masih berharap sama dia?”

“Aku udah nggak mau sama dia lagi. Tapi, ini kayak nggak adil aja buat aku”.

Iya, Si Putri Kecil itu selalu bercerita apapun kepadaku. Termasuk dengan patah hatinya. Rasa sakit yang dia rasakan adalah jembatan penghubung untuk kami berdua terus saling berbicara. Bercerita tentang seorang yang sempat menjadi harapan untuk pelabuhan cintanya. Setelah Si Putri Kecil itu selesai bercerita sedih, aku selalu mencoba untuk menghiburnya dengan menggunakan beberapa candaan ringan.

Thank’s, Mas, this feeling just appears for awhile. I’ll be strong, after. And I don’t want to cry again for someone who doesn't deserve my tears. But, thank you for hearing and giving me support”.

Now, may I sending you some Squidward tissues for wipe your tears?”

“Ihh, Mas.. Seriously? Hahaha”.

“Yup.. Hahaha”.

Harapan demi harapan muncul setelah aku merasa bahwa hubunganku dengan Si Putri Kecil bisa lebih serius. Ada sedikit rasa sayang kepada dirinya. Mungkin itu yang dinamakan cinta. Hingga sebuah perkataan dari dirinya yang meyakinkanku bahwa aku bisa bersama dengan dia.

Pagi itu, cuaca langit sedang cerah berwarna biru tanpa awan. Aku yang sedang dalam perjalanan menuju tempat kerja, mendapatkan sebuah sapa dari Si Putri Kecil. Dia bilang, “Mas pernah ke Psikolog?”

“Ini masih pagi loh.. kenapa tiba-tiba psikolog sih?”

“Ya nggak apa-apa sih, aku pengen aja ke sana”.

“Ke Psikolog?”

“Iya.. apa online aja ya?”

“Kamu kenapa mau ke Psikolog?”

“Nggak apa-apa.. Nggak jadi”.

“Kamu kenapa sih? Aneh banget..”.

“Mas, ini misal ya.. If  there’s no one, can I find you in my last hope?”

Yes, you can.. My Little Princess..”.

Si Putri Kecil memberiku satu harapan untuk hidup lebih lama saat itu. Dimana aku juga sedang merasakan keresahan dalam diri sendiri. Rasa putus asa karena belum menjadi siapa-siapa, dan menghasilkan apa-apa. Seperti melihat cahaya dari dalam lorong gelap ketika dia berkata hal itu.

Tapi harapan itu seketika hilang beberapa bulan setelahnya. Dimulai ketika dadaku terasa sesak tiba-tiba. Ada rindu yang memaksaku untuk terus bertemu dengannya. Setiap hari. Di setiap obrolan kami. Aku hanya bisa berkata satu hal dalam hati, “KANGEN”.

“Kita cari makan bareng yuk”.

“Yah, nggak bisa sekarang. Aku lagi capek banget”.

“Gimana kalau bikin agenda main berdua?”

“Kapan-kapan aja deh, aku lagi males main”.

Rayuan untuk mengajaknya bertemu semakin sering dia tolak. Kami berdua semakin jarang untuk bertemu. Obrolan lebih sering kami lakukan melalui kirim pesan singkat yang juga jarang sekali dibalas cepat. Aku mulai merasa ada jarak diantara kami. Hingga pada puncaknya tiba. Saat hari dimana seharusnya aku merasa bahagia karena telah mendapat juara satu lomba futsal di kantor, namun justru suara laki-laki lain yang terdengar ketika aku menghubunginya melalui panggilan suara.

“Halo, ini siapa ya?” ucap laki-laki di sebrang sana.

“Halo, ini siapa?” balasku bertanya.

“Saya temannya. Kenapa ya?”

“Mana yang punya ponsel ini?”

“Kenapa? Ada perlu apa? Dia berada di sebelah saya, dia bilang kalau sedang tidak ingin diganggu”.

“Hei tuan, tolong berikan ponsel ini kepada pemiliknya, saya ingin bicara dengan dia. Bukan anda”.

Pip”, suara panggilan telah dimatikan.

Setelah panggilan itu, dia meminta maaf kepadaku melalui sebuah pesan singkat. Dia bilang kalau dia hanya pergi ke kedai kopi saja. Tapi entahlah, aku tidak membalas pesannya. Hanya ada rasa sakit di dadaku. Perih. Kecewa. Tidak menyangka bahwa cerita terakhirku bersama Si Putri Kecil akan berakhir seperti itu. Harapan yang telah dia berikan dalam sebuah kalimat, “If  there’s no one, can I find you in my last hope” itu dia ingkari bersama laki-laki lain.

Aku bertanya kepada Eca, “Kira-kira.. menurut kamu gimana, Ca?”

“Gak apa-apa, Gala.. Kamu tuh cuma lagi bodoh aja waktu itu”.

“Tapi, Ca.. aku udah sayang banget sama dia”.

“Iya.. tapi bodoh.. udah tau cuma bisa jadi temen cerita.. masih ngarep buat jadi pasangannya.. lagian, kamu pakai percaya kata-kata manisnya juga sih.. hahaha..”

“Terus harus gimana dong, Ca?”

Move on, Gala.. Move on..

“Tapi, sayangnya masih ada nih..”

“Tau ah.. kamu bodoh.. bodoh.. benar benar bodoh..”

Hi Little Princess. Still have that sweet smile? We haven't spoken in a long time. Yes, I miss you. I Miss our daily stories about the things we do every day. Sometimes I feel this alone on long lonely nights. Do you feel it too? Honestly, I don't really care whether you feel the same way or not. Seriously, I didn't. But, that's a lie for a certain day. Because until now, I still haven't met anyone like you. Who can be chatted with as is. Simple even with just a few words. No one”.

Komentar

Postingan Populer